Part 1

Ikhwati fillah… bercerita tentang masa lalu memang mengasyikkan, apa lagi masa lalu yang penuh kegemilangan… dengan membuka-buka lembaran sejarah, kita jadi teringat tentang kejayaan Islam dan kaum muslimin beberapa abad lampau. Ya… dahulu kita adalah penguasa dunia… sebuah ummat yang menguasai hampir sepertiga wilayah bumi. Memang, sungguh menakjubkan tatkala komunitas kecil kaum muslimin yang muncul di Madinah pada abad pertama hijriyah, seabad kemudian telah menguasai wilayah yang demikian luas… terbentang dari Afrika Utara hingga sebagian wilayah India.

Tentunya, kemenangan demi kemenangan yang luar biasa tadi tak lepas dari keberanian dan kejeniusan para panglima Islam, di samping tulusnya niat para mujahidin yang berjuang demi tegaknya Islam di muka bumi.

Kalau pada tulisan yang lalu kita telah mengulas biografi Musa bin Nushair, penakluk Maghrib dan Andalusia, yang keduanya berada di wilayah barat; maka kali ini kita akan mengulas biografi Qutaybah bin Muslim Al Bahili, penakluk wilayah timur yang hidup semasa dengan Musa bin Nushair.

Beliau adalah Qutaybah bin Muslim Al Bahili, salah seorang pahlawan yang gagah berani dan panglima yang berpendirian kuat, ahli siasat dan hartawan. Beliaulah yang menaklukkan daerah Khawarizm, Bukhara dan Samarqand setelah penduduknya murtad dan melanggar perjanjian. Kemudian beliau menaklukkan wilayah Farghana dan wilayah Asia kecil pada tahun 95 H. Beliau menjabat sebagai gubernur Khurasan selama 10 tahun menggantikan Mufadhdhal bin Muhallab.

Qutaybah memang panglima sejati, bahkan salah seorang penakluk Islam terbesar dalam sejarah, terutama sejarah Bani Umayyah. Dalam sepuluh tahun, ia berhasil menaklukkan wilayah yang demikian luas, dan menyebabkan sejumlah besar orang masuk Islam. Penaklukannya dimulai sejak ia sampai di Khurasan –salah satu kota di Iran saat ini-… ketika itu, beliau mengumpulkan orang-orang lalu berkhutbah di hadapan mereka seraya berkata:

إن الله أحلكم هذا المحل ليُعِزَّ دينَه ويَذُبَّ بكم عن الحرمات، ويَزِيدَ بكم المالَ استِفَاضَةً والعَدُوَّ ـ وَقْماً ـ أي ذُلاً ـ وَوَعَدَ نبيه صلى الله عليه وسلم النصرَ بحديث صادق وكتاب ناطق فقال: ((هو الذي أرسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله ولو كره المشركون)). ووعد المجاهدين في سبيله أحسن الثواب وأعظم الذخر عنده فقال: ((ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ لَا يُصِيبُهُمْ ظَمَأٌ وَلَا نَصَبٌ وَلَا مَخْمَصَةٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ) إلى قوله: ((أَحْسَنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ)) ثم أخبر عمن قتل في سبيله أنه حي مرزوق، فقال: ((وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ)) فتنجزوا موعود ربكم ووطنوا أنفسكم على أقصى أثر وأمضى ألم وإياي والهويني)).

Sesungguhnya Allah telah menempatkanmu di daerah ini ialah demi memuliakan agama-Nya, dan menjaga kehormatan lewat kalian. Melalui kalian, harta kekayaan akan bertambah, dan musuh makin terhina. Allah telah menjanjikan Nabi-Nya dengan kemenangan lewat hadits dan ayat Al Qur’an. Allah berfirman: “Dialah Allah yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar, agar Ia meninggikannya di atas sekalian agama meski orang-orang musyrik tidak suka”. Allah juga menjanjikan para mujahidin yang berjuang di jalannya dengan pahala terbaik di sisi-Nya, Ia berfirman: “Hal itu ialah karena mereka tidaklah ditimpa kehausan, kelelahan dan kelaparan di jalan Allah, dan tidak pula menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah musuh, melainkan dicatat bagi mereka sebagai amal shalih. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebajikan. Mereka juga tidak menafkahkan harta baik sedikit maupun banyak, tidak pula mengarungi lembah melainkan juga dicatat… agar Allah membalas mereka dengan balasan terbaik dari yang mereka amalkan” (At Taubah: 120-121).

Kemudian Allah mengabarkan tentang orang yang terbunuh di jalan-Nya bahwa ia hidup dan mendapat rezeki, Allah berfirman: “Janganlah kau mengira bahwa mereka yang terbunuh di jalan Allah itu mati, bahkan mereka hidup di sisi Rabb mereka dan mendapat rezeki”.

Karena itu, tunggulah kebenaran janji Allah, dan siapkan diri kalian untuk perjalanan terjauh dan sakit yang tak terperikan, dan aku takkan bersikap lamban”[1].

Dengan khutbah singkat tadi, Qutaybah mengingatkan kaum muslimin akan misi dan tanggung jawab mereka. Ia juga memperingatkan agar mereka siap menghadapi berbagai kesulitan di jalan Allah, dan tetap berada di jalan mereka, yakni Jihad fi sabilillah, demi meraih kemuliaan di dunia dan kesuksesan di Akhirat.

Setelah itu, Qutaybah memulai penaklukannya… ia menundukkan wilayah Ma Wara’an Nahr, kemudian menyeberangi Sungai Jihun dan menaklukkan sejumlah daerah yang besar hingga sampai ke Kasygar… yang dengan demikian ia telah menapakkan kakinya di perbatasan Cina.

Secara garis besar, penaklukan Qutaybah dapat dibagi ke dalam beberapa periode penting.

Periode pertama ialah pengembalian wilayah Thaliqan, Shaghan dan Takharistan. Qutaybah menghasung pasukannya untuk jihad lalu ia berangkat bersama mereka. Sesampainya di Thaliqan, datang kepadanya sejumlah kepala desa dari Balkh dan berangkat bersamanya. Ia menyeberangi sungai Jihun, lalu disambut oleh Raja Shaghan dengan berbagai hadiah dan kunci emas, lalu mengajaknya ke negerinya dan menyerahkan negeri tersebut kepada Qutaybah. Hal ini disebabkan karena Raja wilayah Syuman dan Akhrun bersikap tidak baik kepadanya, maka Qutaybah pun melanjutkan ekspedisinya ke wilayah Syuman dan Arkhun yang keduanya terletak di Shaghan. Sesampainya di sana, ia diajak damai oleh penguasa setempat dengan imbalan sejumlah uang. Qutaybah menerima imbalan tersebut lalu kembali ke Merw dan menunjuk saudaranya, Shalih bin Muslim sebagai pemimpin pasukan.

Sepulang Qutaybah, Shalih berhasil menaklukkan wilayah Kasyan dan Oorsyt yang berada di Ma Wara’an Nahr serta Okhshiket, sebuah kota tua di Farghana. Dengan penaklukan besar inilah Qutaybah memulai reputasinya sebagai Gubernur Khurasan tahun 86 H.

Periode kedua ialah penaklukan wilayah Bukhara antara tahun 87-90 H. Konon kota pertama yang berhasil ditundukkan dari wilayah ini adalah kota Bikand. Imam Ath Thabari menceritakan: “Ketika Qutaybah menandatangani perjanjian dengan Naizek, ia tetap tinggal di sana hingga waktu perang tiba, lalu melancarkan serangan pada tahun 87 H. Ia menyeberangi sungai dan bergerak menuju Bikand yang merupakan kota terdekat dari sungai. Begitu ia tiba di dekat kota tersebut, walikota tersebut langsung meminta bala bantuan dari sekitarnya, hingga mereka berdatangan dalam jumlah besar dan menutup jalan-jalan. Akibatnya, tidak ada utusan yang bisa mendatangi Qutaybah, dan Qutaybah pun tak bisa mengirim utusannya. Kabarnya terputus selama dua bulan hingga Al Hajjaj bin Yusuf yang menjadi atasan Qutaybah mulai gelisah. Ia mengkhawatirkan nasib pasukan kaum muslimin, maka ia perintahkan agar masyarakat berdoa untuk mereka di mesjid-mesjid, dan mengirim surat ke beberapa negeri agar melakukan hal serupa.

Selama dua bulan tersebut, pasukan Qutaybah terus berduel dan adu tombak setiap hari… hingga akhirnya masing-masing pasukan menyisih, lalu berhadap-hadapan dan mulailah pedang bertebasan… dan berkat keteguhan kaum muslimin, akhirnya Allah menurunkan kemenangan atas mereka. Musuh pun lari menuju kota Bikand sembari dikejar oleh kaum muslimin, hingga mereka tak sempat masuk ke kota namun bersebaran hingga berhasil dibunuh dan ditawan semaunya oleh kaum muslimin.

Sejumlah kecil dari mereka berhasil bertahan di dalam kota, maka Qutaybah mengerahkan para penghancur di pondasi-pondasi benteng tadi untuk merobohkannya. Akan tetapi mereka akhirnya minta damai dan Qutaybah menerimanya. Qutaybah lantas mengangkat salah seorang anaknya sebagai wali di kota tersebut.

Namun mereka demikian cepat melanggar perjanjian, padahal Qutaybah baru meninggalkan mereka sejauh lima farsakh, yakni sekitar 30 km. Qutaybah pun kembali mengepung mereka dan membunuh semua yang ada di kota tersebut. Ia mendapat ghanimah yang sangat banyak lalu kembali ke Merw. Dengan kemenangan tadi, kaum muslimin semakin kuat. Mereka mulai membeli senjata dan kuda dan berlomba-lomba dalam penampilan dan persenjataan.

Ekspedisi Qutaybah terus berlanjut di wilayah Bukhara dalam periode ini secara teratur tiap tahunnya. Konon setiap peperangan dilancarkannya di musim panas, hingga bila musim dingin tiba, ia kembali ke Merw.

Pada tahun 88 H, Qutaybah menunjuk saudaranya yang bernama Basyar sebagai wakilnya di Merw, lalu ia berangkat bersama pasukannya menyeberangi sungai dan menaklukkan kota Numasyket dan Waramitsnah yang termasuk wilayah Bukhara secara damai, berdasarkan permintaan kedua warganya. Akan tetapi ia dikejutkan dengan koalisi penduduk Farghana dan Shaghad yang berjumlah 200 ribu, yang dikepalai oleh putera Kaisar Cina bernama Khor Maghayun. Jelas sekali dari koalisi ini bahwa seluruh penduduk daerah tersebut telah bersatu padu melawan kaum muslimin, akan tetapi Allah menolong Qutaybah dan pasukannya dari koalisi jahat tersebut, dan kembali dengan selamat ke kota Merw.

Ikhwati fillah, masih banyak kejadian menarik lainnya dalam biografi Qutaybah yang insya Allah akan kami lanjutkan dalam tulisan berikutnya, Jazakumullahu khairan atas waktu yang Anda luangkan…

Maraji`:

1- Tarikh Ath Thabari.

2- Siyar A’lamin Nubala’, oleh Adz Dzahabi.

3- Umar bin Abdul Aziz, oleh Ali Shallabi.


[1] Tarikh Ath Thabary 3/670.